(bagian pertama dari dua tulisan)
Islam merupakan ajaran yang sempurna, tidak ada yang luput dari perhatiannya mulai dari hal kecil sampai yang besar. Sejak seseorang bangun dari tidurnya sampai kembali ke pembaringannya, semuanya telah diatur oleh Islam. Demikian halnya dengan interaksi antara laki-laki dan perempuan.
Kenyataan umat Islam hari ini, sungguh merupakan gambaran betapa jauhnya mereka dari ajaran agamanya. Interaksi antara laki-laki dan perempuan nyaris tidak bertabir lagi. Padahal ajaran Islam yang mulia telah mengatur batasan-batasan pergaulan dengan lawan jenis, khususnya mengenai mahram. Betapa pentingnya perkara ini, sehingga Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda : "Bukankah lebih baik ditusuk dengan besi tajam daripada menyentuh wanita bukan mahram?".
Nah, pembaca yang budiman, pada edisi kali ini redaksi menyajikan pembahasan mengenai mahrom secara berseri. Semoga dapat memberikan pencerahan bagi setiap kita yang membacanya. Amin
DEFINISI MAHRAM
Berkata Imam Ibnu Qudamah, Mahrom adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab, persusuan dan pernikahan (Al-Mughni 6/555). Berkata Syaikh Sholeh Al-Fauzan, mahrom wanita adalah suaminya dan semua orang yang haram dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab seperti bapak, anak, dan saudaranya, atau sebab-sebab mubah yang lain seperti saudara sepersusuannya, ayah atau anak tirinya (Tanbihat ‘Ala Ahkam Takhtashshu Bil Mu’minat hal.67).
Adapun istilah muhrim yang lazim digunakan oleh kaum muslimin dalam perkara ini perlu dicermati. Muhrim dalam bahasa Arab berarti orang yang sedang berihram untuk ibadah haji atau umrah. Sehingga penggunaannya tidaklah tepat, melainkan merujuk kepada istilah dan pengertian di atas.
MACAM-MACAM MAHROM
Dari penjelasan di atas maka mahrom terbagi menjadi tiga macam, yaitu :
A. Mahram sebab Keturunan
Mahram sebab keturunan ada tujuh. Tidak ada perbedaan pendapat di antara para 'Ulama. Allah subhanahu wata’ala berfirman artinya :
"Diharamkan atas kamu untuk (mengawini) (1)ibu--ibumu;(2)anak-anakmu yang perempuan (3) saudara-saudaramu yang perempuan; (4) saudara--saudara ayahmu yang perempuan; (5)saudara-saudara ibumu yang perempuan; (6)anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; (7)anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan" (QS An Nisa 23).
Berdasarkan ayat dan hadits di atas maka mahrom dari sebab nasab, yakni :
1. Ibu, nenek dan seterusnya ke atas .
2. Anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah .
3. Saudara perempuan sekandung, seayah atau seibu
4. Saudara perempuan bapak (bibi), saudara perempuan kakek (bibi orang tua) dan seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau seibu
5. Saudara perempuan ibu (bibi), saudara perempuan nenek (bibi orang tua) dan seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau seibu
6. Putri saudara perempuan (keponakan) sekandung, sebapak atau seibu, cucu perempuannya dan seterusnya ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita
7. Putri saudara laki-laki sekandung, sebapak atau seibu (keponakan), cucu perempuannya dan seterusnya ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita
B. Mahram sebab Susuan
Persusuan adalah masuknya air susu seorang wanita kepada anak kecil dengan syarat-syarat tertentu (Al Mufashol Fi Ahkamin Nisa’ 6/235). Sedangkan persusuan yang menjadikan seorang mahrom adalah sebanyak lima kali persusuan, berdasarkan hadits dari ’Aisyah radhiallahu ’anha, beliau berkata : ”Termasuk yang diturunkan dalam Al Qur’an bahwa sepuluh kali persusuan kemudian dihapus dengan lima kali persusuan (HR.Muslim 2/1075/1452). Setiap penyusuan bentuknya adalah: bayi menyusu sampai kenyang (puas) lalu berhenti dan tidak mau lagi untuk disusukan meskipun diselingi dengan tarikan nafas bayi atau dia mencopot puting susu sesaat lalu dihisap kembali.
Jumhur (mayoritas) ‘ulama sebagaimana pendapat yang dipilih oleh Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa'di dan Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin bahwa penyusuan yang mengharamkan adalah yang berlangsung pada masa kecil sebelum melewati usia 2 tahun, berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta'ala: "Para ibu hendaklah menyusukan anaknya selama 2 tahun penuh bagi siapa yang hendak menyempurnakan penyusuannya." (QS. Al-Baqarah: 233). Dan Hadits 'Aisyah radhiallahu 'anha bahwa penyusuan yang mengharamkan adalah penyusuan yang berlangsung karena rasa lapar (muttafaqun 'alaihi) dan hadits Ummu Salamah yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa (no. hadits 2150) bahwa tidak mengharamkan suatu penyusuan kecuali yang membelah (mengisi) usus dan berlangsung sebelum penyapihan.
Al-Qur'àn menyebutkan secara khusus dua bagian mahram sebab susuan: "(1) Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu; (2) dan saudara-saudara perempuan sepersusuan" (QS An Nisà' 23).
Mahram sebab susuan ada tujuh. Sama seperti mahram sebab keturunan, tanpa pengecualian. Inilah pendapat yang dipilih setelah ditahqiq (ditelliti) oleh Al Hàfizh 'Imàduddin Ismà'il bin Katsir. (Tafsirul Qurànil Azhim 1/511). Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda artinya : "Darah susuan mengharamkan seperti apa yang diharamkan oleh darah keturunan".(HR.Bukhàri 3/222/2645 dan Muslim 2/1068/1447).
Mahrom dari sebab persusuan seperti mahrom karena nasab yaitu :
1. Ibu susu, termasuk juga nenek persusuan yaitu ibu dari ibu atau bapak persusuan, juga ibu-ibu mereka ke atas.
2. Anak perempuan dari ibu susu, termasuk cucu dan seterusnya ke bawah.
3. Saudara perempuan sepersusuan, baik dia saudara kandung, sebapak maupun seibu.
4. Saudara perempuan bapak susu (bibi), saudara perempuan kakek (bibi orang tua) dan seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau seibu
5. Saudara perempuan ibu susu (bibi), saudara perempuan nenek (bibi orang tua) dan seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau seibu.
6. Putri saudara perempuan persusuan (keponakan), cucu perempuannya dan seterusnya ke bawah.
7. Putri saudara laki-laki persusuan (keponakan) cucu perempuannya dan seterusnya ke bawah.
C. Mahram sebab Perkawinan
Mahrom yang disebabkan pernikahan adalah orang-orang yang haram dinikahi karena sebab pernikahan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman artinya : ... ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” (QS An Nisa 23).
Maka mahram sebab perkawinan, yakni :
1. Isteri.
2. Ibu mertua.
3. Anak tiri.
4. Anak menantu.
5. Anak tiri.
Menurut Jumhurul `Ulàmà' termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya. Anak tiri menjadi mahram jika ibunya telah dicampuri, tetapi jika belum dicampuri maka dibolehkan untuk menikahi anaknya. Sedangkan ibu dari seorang perempuan yang dinikahi menjadi mahram hanya sebab aqad nikah, walaupun si puteri belum dicampuri, kalau sudah aqad nikah maka si ibu haram dinikahi oleh yang menikahi puteri itu.
Wanita yang dinikahi oleh ayah menjadi mahram bagi anak ayah dengan hanya aqad nikah, walaupun belum dicampuri oleh ayah, maka anak ayah tak boleh menikahinya.
Rasulullàh Shallallahu 'alaihi wa sallam juga melarang menghimpunkan dalam perkawinan antara perempuan dengan bibinya dari pihak ibu; dan ayah. Nabi bersabda: "Tidak boleh perempuan dihimpun dalam perkawinan antara saudara perempuan dari ayah atau ibunya" (HR. Bukhàri dan Muslim).
Jadi, bibi dan keponakan perempuan tidak boleh saling jadi madu. Larangan menghimpun antara perempuan dengan bibinya dari pihak ayah atau ibu berdasarkan hadits-hadits mutawàtirah dan 'ijmà`ul `ulàmà'.( Muhammad bin Muhammad Asy Syaukàniy, Fathul Qadir 1/559).
Mahram disebabkan keturunan dan susuan bersifat abadi, selamanya, begitu pula sebab pernikahan. Kecuali, menghimpun dua perempuan bersaudara,menghimpun perempuan dengan bibinya, yaitu saudara perempuan dari pihak ayah atau ibu, itu bila yang satu meninggal lalu ganti nikah dengan yang lain, maka boleh, karena bukan menghimpun dalam keadaan sama-sama masih hidup.Utsmàn bin 'Affàn menikahi Ummu Kultsùm setelah Ruqayyah wafat, kedua-duanya adalah anak Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Wanita yang bersuami
Allàh mengharamkan mengawini wanita yang masih bersuami, berdasarkan firmanNya artinya :"Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami" (QS An Nisà' :24). Oleh karena itu, perempuan-perempuan yang selain di atas adalah bukan mahram, halal dinikahkan. "Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina" (QS An Nisà' :24). Wallahu A’lam.
Maraji’ : Majalah Al Furqan, Edisi 3/II 1423 H,
situs www. alsofwah.or.id dan sumber lainnya.
Rabu, 29 April 2009
M A H R A M (1)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar